Berbisik pada Angin

by - 07.11




“hai, apakabar? Aku masih disini, menantikanmu”

Bisikku pada setiap hembusan angin yang tak kunjung lelah kulakoni tiap harinya ditempat yang sama dan waktu yang sama. Juga dengan hati yang sama. Kata yang akupun tak tahu memiliki arti atau tidak untukmu. Kata yang entah sampai atau tidak ditelinga indahmu. Kata yang entah akan utuh saat kau terima atau tidak. Tapi angin baik hati yang tak pernah lelah mendengar bisikku pasti menyampaikannya dengan sempurna. Sesempurna hati yang telah kau hancurkan dan kau hancurkan lagi, lalu utuh dengan sendirinya.

Jangan pernah sekalipun kau tanya, mengapa aku hanya berani berbisik indah pada angin! Karena terlau banyak alasan tak masuk akal yang akan aku berikan. Mulai dari tatap matanya yang tajam setajam elang yang memaksa natrium klorida pada kelenjar keringat ekrin tubuhku keluar dengan abnormal, aroma tubuhnya dan parfumnya juga merusak semua sel syaraf motorik dalam tubuhku juga senyumnya dan gelak tawanya pun mampu menghancurkan fungsi lapisan korteks dalam otak besar milikku. Tak masuk akal bukan? Jangan tertawa, ini memang sangat klise tapi untuk kata yang bernama cinta terkadang apapun yang tak masuk diakal pun akan seketika dimengerti hati.

Disini. Disudut hati yang sama. Menunggu hati yang tak kunjung tergapai nyata. Penantian yang tak tahu kapan berujungnya. Bersama bulan dan bintang saat malam tiba, berdansa dan bernyanyi bersama mereka. Bersama kupu-kupu, hembusan angin, ilalang, bunga-bunga indah dan terik matahari, berangan indah menggapai setiap sudut hatinya dan menyentuh setiap sudut cintanya. Bersama matahari indah dikala senja, menatap bayangan semunya yang akan hilang tak terlihat saat matahari berganti menjadi bulan. Tak pernah lagi sosoknya singgah disini menemaniku semenjak keputusannya untuk pergi dan takkan pernah kembali lagi ketempat ini. Tak mampu lagi tanganku ini menahannya hingga yang terlihat hanya siluet tubuhnya yang kemudian hilang terbawa jarak. Menangispun tak kunjung mampu membawamu kembali lagi. Dan mungkin Tuhan memang sudah tak mengijinkannya. Tapi Tuhan tak pernah mempertemukan lalu memisahkan 2 orang tanpa alasan dan sebab.

Dan sekarang, untuk siapa dan apa aku menantipun aku tak tahu. Bagaimana caranya pun aku berbisik pada angin untuk menyampaikan pesanku pun aku tak tahu. Kapan pesanku sampai atau apakah pesanku sudah terdengar pun aku tak tahu. Lelah pun menghantam semua sel-sel dalam tubuhku hingga aku tak mampu menopang lagi tubuhku sendiri. Terlalu kejam dan ironi untuk hati yang sudah tertata rapi kemudian dengan semena-menanya kau hancurkan dan kau tinggalkan begitu saja. Ini bukan menjadi alasan kau mengasihaniku, karena cinta yang tulus tak pernah sia-sia. Aku mencintaimu, dan kau meragukan setiap helai tumpukan kasih sayang yang ku berikan. Tak apa, karena ragu pun pasti pernah menyelimuti tiap hati seseorang.

Disini. Lagi. Disudut hati ini yang berbeda. Aku mulai berbisik lagi pada angin.

“Angin, tolong sampaikan padanya, aku masih disini lagi. Dengan hati yang berbeda. Dengan sosok yang siap untuk sama-sama berdansa dan bernyanyi bersama bulan bintang. Untuk sama-sama berangan tentang masa depan bersama kupu-kupu, hembusan angin, ilalang, bunga-bunga indah dan terik matahari. Untuk tetap bergandengan tangan saat senja datang. Sampaikan ini pula pada sosok disampingku ini. Sosok yang yakin dan tanpa keraguan. Terimakasih banyak.”



Website Bukune : (http://www.bukune.com/)
Fan Page Bukune : (http://www.facebook.com/bukunepenerbit)
Tumblr Bukune : (http://bukune.tumblr.com)




You May Also Like

0 komentar