Hari ini memang hari jum’at. Dimana
kebanyakan orang menantikan hari ini dimana dari hari senin mereka berbanting
tulang dan bercucuran keringat (meskipun mereka bekerja di tempat ber-AC) untuk bisa menghidupi kehidupan mereka. Sama seperti
aku, aku juga menantikan hari ini. Setelah dari senin hingga jum’at tadi pagi
bangun sebelum subuh untuk bersiap-siap melakukan aktivitas, bergelut dengan
orang-orang di transportasi umum yang juga ingin melakukan aktivitasnya
masing-masing, menanti busway, menanti metromini, belum lagi berlari-larian
megejar waktu agar tidak telat sampai kantor, setelah itu belum selesai lagi
masih juga harus pulang disore hari, kembali lagi bergelut dengan orang-orang di
transportasi umum yang juga ingin kembali kerumah masing-masing, menanti
busway, menanti metromini, belum lagi berlari-larian megejar waktu agar bisa
sampai rumah dan beristirahat.
Seperti hari ini, di hari jum’at
ini, aku pulang tepat waktu karena aku ingin sampai rumah secepatnya, mencium
tangan dan pipi ibu lalu makan masakan ibu kemudian merebahkan tubuh di atas
kasur kesayangan. Tapi ternyata perjalanan pulang kali ini terasa sangat
panjang dari biasanya. Aku memang sudah biasa dengan perjalanan pulang kantor
yang amat panjang tapi entah kenapa hari ini terasa panjang dan melelahkan. Mungkin karena saat
aku di busway aku tidak tertidur. Iya biasanya aku memang tidur di busway posisi
paling menyenangkan ya tepat di belakang pramudi.
Sampai di busway aku mendapatkan
tempat duduk, aku terdiam sambil melamun karena tidak bisa tidur. Macet sudah
pasti, padahal jalanan dari kantorku untuk aku transit berpindah busway lagi
bukan merupakan jalur macet parah. Busway sangat ramai sekali, ramai dengan
anak-anak yang entah selesai melakukan aktivitas apa bersama orang tua mereka. Busway
yang biasanya sepi dengan dipenuhi wajah-wajah penuh lelah tapi kali ini busway
menjadi seperti arena bermain anak-anak. Ramai sekali.
Setelah sampai di tempat transit
yang ku tuju, aku mulai mengantri kembali menunggu busway ke arah kp. Rambutan.
“Waduh ramai sekali” aku sepertinya
hilang harapan untuk bisa cepat sampai rumah. Cepat-cepat mencium tangan ibu
dan pipi ibu kemudian makan masakan ibu lalu merebahkan tubuhku dikasur.
Lama sekali dan antrian makin
panjang. Aku tahu, Jakarta memang selalu macet. Pasti buswaynya pun kena
macet. Setelah menunggu cukup lama, busway datang dan aku masuk kesana. Ketika pagi, berdesakkan
dengan orang-orang yang memiliki harum parfum yang tak sama. Parfum mereka bercampur
satu sama lain, suasananya seperti sedang berada di dalam toko minyak wangi
kemudian pemilik toko sedang bereksperimen untuk mencampurkan tiap minyak
wanginya sehingga semerbak harumnya memenuhi ruangan. Tapi beda pada tiap sore
harinya, minyak wangi yang mereka gunakan telah habis harumnya atau malah
harumnya masih ada namun sudah bercampur dengan natrium klorida dari kelenjar
keringat mereka.
Masih lama sekali, aku untuk
sampai rumah. Busway yang ku tumpangi terhenti tak jalan karena macet. Mobil dan
motor sudah bersliweran tidak jelas. Iya, aku tau mereka juga ingin cepat
sampai rumah, mencium tangan ibu dan pipi ibu mereka, memakan masakan ibu
mereka, dan kemudian berbaring di kasur kesayangan mereka.
Di busway ini aku tidak
mendapatkan tempat duduk akhirnya aku berdiri menahan segala lelah aku rasanya
ingin bergelayutan di pegangan busway tapi busway kali ini sangat ramai. Ditengah
lamunanku untuk tiba-tiba aku bisa terbang dan sampai rumah, terdengar
sayup-sayup nada merdu yang terdengar dari radio busway.
“Tiada lagi yang kuharapkan, tiada lagi yang kuimpikan
Biar aku sendiri tanpa dirimu
Tiada lagi kata cintaku, tak 'kan lagi 'ku bersamamu
Biar kusimpan semua kenanganku bersamamu”
Ah lagu lawas yang masih enak
didengar, bersenandung kecil dengan hapalan lirik seadanya aku mengikuti si
penyanyi di radio. Mengeluh, berkesal ria, rasanya tak ada gunanya. Aku hanya
ingin satu, ingin cepat sampai rumah, mencium tangan ibu dan pipi ibu, memakan
masakan ibu, kemudian merebahkan tubuhku diatas kasur.
Tapi jalanan di hari jum’at ini
ramai sekali, padat sekali dan menjengkelkan sekali.
Dan, akhirnya setelah transit
beberapa halte dan beralih menggunakan angkot untuk sampai rumah, masih saja
kena macet dan terjebak dikepadatan mobil juga motor, dan akhirnya aku pun sampai rumah.
Akhirnya sampai juga aku mencium
tangan ibu dan pipi ibu, memakan masakan ibu yang sudah beliau pamerkan sejak
ditelphone ditengah perjalananku pulang, kemudian merebahkan tubuhku di atas
kasur kesayanganku.
Selamat malam Jakarta dihari Jum’at.