Cerita untuk Langit

by - 09.17

Mendongak ke atas sana disiang hari takkan ada apa-apa. Ya paling tidak terkena butiran hujan atau menatap awan sendu bergerumul. Takkan ada pancaran sinar matahari yang muncul memanaskan mata bola pingpongmu. Tunjuk kelangit mendung itu, selain awan hitam, langit keabu-abuan, ada apa lagi disana?

“Eh, ada senyum manis bulan sabit disana”

“Tapi bukankah ini siang hari? Takkan mungkin ada bulan sabit terlihat”

Ku ambil cermin dan ku arahkan pada parasmu,

“coba saja kau lihat ke cermin, mukamu terlihat jelek saat bingung. senyummu sedang dipinjam langit untuk mencerahkan hari ini”

Hari berikutnya, coba lagi intip langit diatas sana. Memang sedang cerah dan terik. Mata bola pingpongmu kali ini mungkin tak kan kuat bila menatapnya.

“Tapi lihat kearah lain, awannya membentuk dua lingkaran indah memancarkan kesejukan”

“takkan ada matahari membuka cabang menjadi tiga!”

Masih saja dia tak percaya dengan apa yang ku katakan, ku ambilkan lagi cermin untuknya,

“pantas saja kau tak pernah percaya, matamu di pinjam langit untuk meneduhkan dunia, memberi keseimbangan untuk cahaya matahari”

Malamnya, kami melihat bintang bersama. Katanya, “bintang tak hanya muncul di malam hari”

“ya, aku tahu, bintang memang ada, tapi karena cahaya matahari, maka bintang tak terlihat disiang hari”

“tidak, bintang yang ini selalu terlihat disetiap aku melihat kedua matamu yang indah, entah pagi, siang, senja ataupun malam”


Langit mungkin menertawakan kami, tapi kami tidak pernah meminta biaya sewa untuk senyum dan mata kami.

You May Also Like

0 komentar