Suara Hatinya

by - 17.31

Pejamkan mata bila ku ingin bernafas lega

Dalam anganku aku berada di satu persimpangan

Jalan yang sulit ku pilih

-          Melly Goeslaw


Malam ini di sudut beranda rumah dengan penerangan lampu seadanya yang tak begitu terang. Ku putarkan lagu legendaris yang tak lekang oleh zaman, Melly Goeslaw yang berjudul Bimbang. Mungkin karena syndrome film AADC2 yang sebentar lagi akan tayang di bioskop setelah 14 tahun Rangga dan Cinta terpisah lautan menunggu satu purnama datang. Atau mungkin karena hal lain. Entahlah, tapi ku rasa angin malam ini terlalu menusuk. Aku ingin menceritakan tentang dia, yang akhir-akhir ini sangat bersemangat, tapi kemarin ku lihat semangatnya memudar. Ku telisik lagi apa penyebabnya, ternyata mimpinya tak terwujud.


Aku tahu sekali rasanya seperti apa. Karena aku pun pernah merasakannya. Ketika kita menginginkan sesuatu, berusaha semaksimal mungkin, tapi ternyata Allah berkata lain.

    “Sometimes the one you want is not the one you need”.

Jadi, apapun hasilnya seharusnya kita bisa menerima dengan ikhlas. Karena Ayahku pernah mengatakan, kunci keberhasilan itu ada 3, yaitu Berusaha semaksimal mungkin, berdo’a tanpa henti dan Ikhlas. Aku juga pernah melihat quote dari Bung Karno:

    “Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang”

Ku elus pundaknya seketika ia menangis terisak sangat keras. Aku tak lagi tahu apa yang harus aku katakan untuk meredakan suara tangisnya. Atau ku biarkan saja tangisnya meledak-ledak agar sesak di dadanya tak lagi menyiksa batinnya. Yang aku tahu selama ini, hatinya sangat kuat, tak mudah rapuh. Tapi bagaimana bisa ia serapuh ini karena hal yang biasa ia dapati sebelumnya?


Karena aku tahu, sebelumnya, ia pun juga pernah bercerita hal seperti ini. Berusaha semaksimal mungkin menurutnya, berdo’a kemudian mengikhlaskan hasilnya. Dan kekuatannya membuat ku iri. Entah apalagi yang membuatnya menjadi seperti ini. Ku usap-usap pundaknya. Ku elus-elus kepalanya. Sesekali ku peluk ia kemudian ku lepaskan. Tapi tamgisnya tak kunjung mereda. Aku tau dia. Seharusnya dia kuat. Tak serapuh ini. Tapi sepertinya ia mulai tak kuat untuk menahan segala yang ia pendam selama ini.


Aku memang sok tau. Ku bilang sedari tadi aku tau, aku tau dia. Tapi apa? Ternyata aku tak tau apa-apa. Ternyata apa yang ia ceritakan kepada ku tak semuanya ia ceritakan. Lebih banyak ia pendam sendiri segala ceritanya, yang ia ceritakan padaku tak ada setengah apa yang ia rasakan. Hanya secuil mungkin.


Dan kata yang tiba-tiba ia ucapkan dalam isakannya adalah “bimbang”.


Ku elus lagi pundaknya, tak dapat ku keluarkan kata-kata untuk menghiburnya atau pun sedikit meredakan isakan tangisnya. Ketika semua yang ia yakini, dan saat ini aku tau apa yang ia rasakan.


"Bimbang".

You May Also Like

0 komentar